Minggu, 08 Agustus 2021

Trotoar Batu dan Malam Sepenuh Hati

DKx Lampu ja

Lampu jalan berpendar sampai jauh temaram, menyelinap masuk disela dedaunan dan berkejaran dengan angin malam. Malam begitu setia kepada detik waktu yang melingkar kaku dipergelangan tangan. Saat ramai orang-orang pulang ke pangkuan dia turun dari angkutan dengan pijakan pasti di trotoar disusul langkah bersekian resah yang terlepas.

         “trotoar ini rapih dan panjang” dia bilang itu pelan. Kemudian dia berhenti di persimpangan jalan yang jadi tambatan dan melihat daun pintu kaca tak malu buka tutup memanjakan matanya. Dibalik pintu itu ada kisah berjuta kata tak tertuliskan, lembaran-lembaran kosong berterbangan di langit-langit hatinya. Maka dia berjalan cepat menuju pintu itu dan membukanya kemudian lalu bersegera.

            Dia tunggu hangat hati dari api tak berjelaga merasuk sangat dalam hingga berjuta candela berkumpul. Sampailah di sebuah tangga angkuh gedung tinggi, anak tangga terakhir yang dia lihat, setangkup rindu bersambut raga manis dan gemulai dengan senyum hangat, tak beralasan waktu untuk mengakhiri pertemuan itu. Berbait-bait kalimat dia ingin simpan di atas kertas putih dilipat kecil-kecil dalam saku terdalam agar abadi, yang bisa dia buka saat kehilangan berwujud seperti nyata.

            Dalam sinar mata iris coklat yang hampa ketiadaan keduanya saling bertemu sampaikan pesan-pesan hati, mengikat yang terlepas, menghimpun yang berparak, seraya bak memuja di altar dewa dalam legendanya. Lingkaran tangan dipinggang jauhkan keraguan hati. Lafal kata bagai tangisan bidadari lirih ke cuping telinga.

            “aku di sini sepenuh hati” bisikan itu sampai di telinganya. Bergema menguntai doa agar disatukan dalam janji. Lalu mereka berjalan diatas trotoar batu tenggelam di malam sepenuh hati menunggu malam-malam menjemput dipangkuan.lan berpendar sampai jauh temaram, menyelinap Lampu Lampu jalan berpendar sampai jauh temaram, menyelinap masuk disela dedaunan dan berkejaran dengan angin malam. Malam begitu setia kepada detik waktu yang melingkar kaku dipergelangan tangan. Saat ramai orang-orang pulang ke pangkuan dia turun dari angkutan dengan pijakan pasti di trotoar disusul langkah bersekian resah yang terlepas.

         “trotoar ini rapih dan panjang” dia bilang itu pelan. Kemudian dia berhenti di persimpangan jalan yang jadi tambatan dan melihat daun pintu kaca tak malu buka tutup memanjakan matanya. Dibalik pintu itu ada kisah berjuta kata tak tertuliskan, lembaran-lembaran kosong berterbangan di langit-langit hatinya. Maka dia berjalan cepat menuju pintu itu dan membukanya kemudian lalu bersegera.

            Dia tunggu hangat hati dari api tak berjelaga merasuk sangat dalam hingga berjuta candela berkumpul. Sampailah di sebuah tangga angkuh gedung tinggi, anak tangga terakhir yang dia lihat, setangkup rindu bersambut raga manis dan gemulai dengan senyum hangat, tak beralasan waktu untuk mengakhiri pertemuan itu. Berbait-bait kalimat dia ingin simpan di atas kertas putih dilipat kecil-kecil dalam saku terdalam agar abadi, yang bisa dia buka saat kehilangan berwujud seperti nyata.

            Dalam sinar mata iris coklat yang hampa ketiadaan keduanya saling bertemu sampaikan pesan-pesan hati, mengikat yang terlepas, menghimpun yang berparak, seraya bak memuja di altar dewa dalam legendanya. Lingkaran tangan dipinggang jauhkan keraguan hati. Lafal kata bagai tangisan bidadari lirih ke cuping telinga.

            “aku di sini sepenuh hati” bisikan itu sampai di telinganya. Bergema menguntai doa agar disatukan dalam janji. Lalu mereka berjalan diatas trotoar batu tenggelam di malam sepenuh hati menunggu malam-malam menjemput dipangkuan. berpendar sampai jauh temaram, menyelinap masuk disela dedaunan dan berkejaran dengan angin malam. Malam begitu setia kepada detik waktu yang melingkar kaku dipergelangan tangan. Saat ramai orang-orang pulang ke pangkuan dia turun dari angkutan dengan pijakan pasti di trotoar disusul langkah bersekian resah yang terlepas.

         “trotoar ini rapih dan panjang” dia bilang itu pelan. Kemudian dia berhenti di persimpangan jalan yang jadi tambatan dan melihat daun pintu kaca tak malu buka tutup memanjakan matanya. Dibalik pintu itu ada kisah berjuta kata tak tertuliskan, lembaran-lembaran kosong berterbangan di langit-langit hatinya. Maka dia berjalan cepat menuju pintu itu dan membukanya kemudian lalu bersegera.

            Dia tunggu hangat hati dari api tak berjelaga merasuk sangat dalam hingga berjuta candela berkumpul. Sampailah di sebuah tangga angkuh gedung tinggi, anak tangga terakhir yang dia lihat, setangkup rindu bersambut raga manis dan gemulai dengan senyum hangat, tak beralasan waktu untuk mengakhiri pertemuan itu. Berbait-bait kalimat dia ingin simpan di atas kertas putih dilipat kecil-kecil dalam saku terdalam agar abadi, yang bisa dia buka saat kehilangan berwujud seperti nyata.

            Dalam sinar mata iris coklat yang hampa ketiadaan keduanya saling bertemu sampaikan pesan-pesan hati, mengikat yang terlepas, menghimpun yang berparak, seraya bak memuja di altar dewa dalam legendanya. Lingkaran tangan dipinggang jauhkan keraguan hati. Lafal kata bagai tangisan bidadari lirih ke cuping telinga.

            “aku di sini sepenuh hati” bisikan itu sampai di telinganya. Bergema menguntai doa agar disatukan dalam janji. Lalu mereka berjalan diatas trotoar batu tenggelam di malam sepenuh hati menunggu malam-malam menjemput dipangkuan. disela dedaunan dan berkejaran dengan angin malam. Malam begitu setia kepada detik waktu yang melingkar kaku dipergelangan tangan. Saat ramai orang-orang pulang ke pangkuan dia turun dari angkutan dengan pijakan pasti di trotoar disusul langkah bersekian resah yang terlepas.

         “trotoar ini rapih dan panjang” dia bilang itu pelan. Kemudian dia berhenti di persimpangan jalan yang jadi tambatan dan melihat daun pintu kaca tak malu buka tutup memanjakan matanya. Dibalik pintu itu ada kisah berjuta kata tak tertuliskan, lembaran-lembaran kosong berterbangan di langit-langit hatinya. Maka dia berjalan cepat menuju pintu itu dan membukanya kemudian lalu bersegera.

            Dia tunggu hangat hati dari api tak berjelaga merasuk sangat dalam hingga berjuta candela berkumpul. Sampailah di sebuah tangga angkuh gedung tinggi, anak tangga terakhir yang dia lihat, setangkup rindu bersambut raga manis dan gemulai dengan senyum hangat, tak beralasan waktu untuk mengakhiri pertemuan itu. Berbait-bait kalimat dia ingin simpan di atas kertas putih dilipat kecil-kecil dalam saku terdalam agar abadi, yang bisa dia buka saat kehilangan berwujud seperti nyata.

            Dalam sinar mata iris coklat yang hampa ketiadaan keduanya saling bertemu sampaikan pesan-pesan hati, mengikat yang terlepas, menghimpun yang berparak, seraya bak memuja di altar dewa dalam legendanya. Lingkaran tangan dipinggang jauhkan keraguan hati. Lafal kata bagai tangisan bidadari lirih ke cuping telinga.

            “aku di sini sepenuh hati” bisikan itu sampai di telinganya. Bergema menguntai doa agar disatukan dalam janji. Lalu mereka berjalan diatas trotoar batu tenggelam di malam sepenuh hati menunggu malam-malam menjemput dipangkuan.


         Lampu jalan berpendar sampai jauh temaram, menyelinap masuk disela dedaunan dan berkejaran dengan angin malam. Malam begitu setia kepada detik waktu yang melingkar kaku dipergelangan tangan. Saat ramai orang-orang pulang ke pangkuan dia turun dari angkutan dengan pijakan pasti di trotoar disusul langkah bersekian resah yang terlepas.

         “trotoar ini rapih dan panjang” dia bilang itu pelan. Kemudian dia berhenti di persimpangan jalan yang jadi tambatan dan melihat daun pintu kaca tak malu buka tutup memanjakan matanya. Dibalik pintu itu ada kisah berjuta kata tak tertuliskan, lembaran-lembaran kosong berterbangan di langit-langit hatinya. Maka dia berjalan cepat menuju pintu itu dan membukanya kemudian lalu bersegera.

            Dia tunggu hangat hati dari api tak berjelaga merasuk sangat dalam hingga berjuta candela berkumpul. Sampailah di sebuah tangga angkuh gedung tinggi, anak tangga terakhir yang dia lihat, setangkup rindu bersambut raga manis dan gemulai dengan senyum hangat, tak beralasan waktu untuk mengakhiri pertemuan itu. Berbait-bait kalimat dia ingin simpan di atas kertas putih dilipat kecil-kecil dalam saku terdalam agar abadi, yang bisa dia buka saat kehilangan berwujud seperti nyata.

            Dalam sinar mata iris coklat yang hampa ketiadaan keduanya saling bertemu sampaikan pesan-pesan hati, mengikat yang terlepas, menghimpun yang berparak, seraya bak memuja di altar dewa dalam legendanya. Lingkaran tangan dipinggang jauhkan keraguan hati. Lafal kata bagai tangisan bidadari lirih ke cuping telinga.

            “aku di sini sepenuh hati” bisikan itu sampai di telinganya. Bergema menguntai doa agar disatukan dalam janji. Lalu mereka berjalan diatas trotoar batu tenggelam di malam sepenuh hati menunggu malam-malam menjemput dipangkuan.

         Lampu jalan berpendar sampai jauh temaram, menyelinap masuk disela dedaunan dan berkejaran dengan angin malam. Malam begitu setia kepada detik waktu yang melingkar kaku dipergelangan tangan. Saat ramai orang-orang pulang ke pangkuan dia turun dari angkutan dengan pijakan pasti di trotoar disusul langkah bersekian resah yang terlepas.

         “trotoar ini rapih dan panjang” dia bilang itu pelan. Kemudian dia berhenti di persimpangan jalan yang jadi tambatan dan melihat daun pintu kaca tak malu buka tutup memanjakan matanya. Dibalik pintu itu ada kisah berjuta kata tak tertuliskan, lembaran-lembaran kosong berterbangan di langit-langit hatinya. Maka dia berjalan cepat menuju pintu itu dan membukanya kemudian lalu bersegera.

            Dia tunggu hangat hati dari api tak berjelaga merasuk sangat dalam hingga berjuta candela berkumpul. Sampailah di sebuah tangga angkuh gedung tinggi, anak tangga terakhir yang dia lihat, setangkup rindu bersambut raga manis dan gemulai dengan senyum hangat, tak beralasan waktu untuk mengakhiri pertemuan itu. Berbait-bait kalimat dia ingin simpan di atas kertas putih dilipat kecil-kecil dalam saku terdalam agar abadi, yang bisa dia buka saat kehilangan berwujud seperti nyata.

            Dalam sinar mata iris coklat yang hampa ketiadaan keduanya saling bertemu sampaikan pesan-pesan hati, mengikat yang terlepas, menghimpun yang berparak, seraya bak memuja di altar dewa dalam legendanya. Lingkaran tangan dipinggang jauhkan keraguan hati. Lafal kata bagai tangisan bidadari lirih ke cuping telinga.

            “aku di sini sepenuh hati” bisikan itu sampai di telinganya. Bergema menguntai doa agar disatukan dalam janji. Lalu mereka berjalan diatas trotoar batu tenggelam di malam sepenuh hati menunggu malam-malam menjemput dipangkuan.

Ruang Lingkup Biologi

BAB 1

Ruang lingkup biologi 

1. Tingkat molekul dan sel (kemdikbud.go.id)

2. Tingkat jaringan dan organ (kemdikbud.go.id)

3. Tingkat Individu dan populasi (kemdikbud.go.id)

4. Tingkat ekosistem dan bioma (kemdikbud.go.id)



Manfaat Ilmu Biologi

Pemanfaatn Biologi Bagi Manusia Dan Lingkugannya
pemanfaatn Biologi Dalam Bidang Kedokteran
Pemanfaatn Biologi Dalam Bidang Pertanian
Pemanfaatan Biologi Dalam Bidang Peternakan
Pemanfaatan Biologi Dalam Bidang Perikanan
Pemanfaatan Biologi Dalam Bidang

Rabu, 23 Juni 2021

TOGA SEBAGAI LABORATORIUM ALAMI

TOGA SEBAGAI LABORATORIUM ALAMI 

Oleh : Dody Kurniawan, S.Pd., M.M. 




        Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Semuanya terhimpun dan diatur jelas dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). Berkaitan dengan hal tersebut keberadaan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) sebagai aktualisasi dan pengembangan dari tempat bermain dan tempat berkreasi serta laboratorium alam sangat menunjang dalam proses belajar dan mengajar di sekolah.

         TOGA sebagai laboratorium plantae dan ekosistem asli menjadi tempat yang tidak membosankan sebagai alternatif ruang laboratorium dan literasi data tulis serta digital di sekolah. Pelajaran Biologi menjadi sangat menarik, saat disandingkan dengan nuansa belajar alami yang keberadaannya masih dalam lingkungan sekolah. Menciptakan hal berbeda di sudut pandang siswa tentang keberagaman tanaman obat. Keragaman spesies tanaman obat secara langsung dapat dikenali dengan mudah oleh hampir seluruh siswa sebagai moda asesmen kognitif untuk siswa, sekaligus mengaplikasikan tindak lanjut pembelajaran dan acuan evaluasi materi pembelajaran untuk siswa. 

        Koleksi keragaman species tanaman akan menjadi hal baru bagi peserta didik pun bagi guru dan warga sekolah lain. Keberagaman species tanaman obat yang jarang dijumpai di keseharian siswa dan warga sekolah menjadi daya tarik tersendiri dan menjad nilai tambah hasanah keilmuan bagi orang yang melihat melakukan literasi data anatomi dan morfologi serta manfaat tumbuhan tanaman obat. Untuk memenuhi kelengkapan data literasi tersebut diperlukan kelengkapan data teknis digital dan non digital. Pemenuhan data tanaman obat dapat dilakukan dengan inventarisasi data ilmiah dengan melakukan penamaan Binomial Nomenclatur melibatkan ahli demi terjaminnya kebenaran data. Selanjutnya secara teknis data bisa diinterpretasikan melalui data cetak yaitu pemberian label tanaman obat setiap species tanaman di kebun koleksi tanaman obat secara ilmiah. Kelengkapan data ilmiah bisa ditambah dengan membuat ruang atau dinding galeri cetak data di sekitar lokasi tanaman obat keluarga. Semua data species tanaman dipasang di dinding publikasi secara artistik agar mudah dilihat dan nyaman untuk dipelajari. Selain dinding publikasi diperlukan pula publikasi digital melalui website sekolah, blog guru atau media belajar aplikasi online dengan konten serupa agar berkesesuaian dengan tujuan dibangunnya lankap tanaman obat keluarga di sekolah. 

        Konten data digital tanaman obat keluarga harus benar-benar mencerminkan lanskap sebenarnya. Jadi diperlukan teknik tertentu dalam pemotretan dan kelengkapan dokumentasi data lain dari species tanaman koleksi, seperti video , pesan suara atau deskripsi sains tertulis lainnya. Untuk sekolah yang memiliki kelompok-kelompok ekstrakurikuler ilmiah dan berhubungan dengan multi media bisa diikutsertakan membantu pembuatan dokumentasi species tanaman untuk dipublikasikan di galeri online. Hal lain yang perlu dilakukan adalah menyempurnakan tata letak dan tatakelola lahan kebun koleksi tanaman obat tersebut. Lokasi kebun harus benar-benar strategis dan mudah dijangkau semua orang, gunakan aturan-aturan pengelolaan lahan untuk taman agar diperoleh lanskap taman tanaman obat yang indah. Tambahkan tempat duduk menghadap taman tanman obat, tempat swafoto, tempat sanitasi dan sumber air mencukupi akan lebih baik untuk menunjang keberadaan koleksi tanaman obat keluarga di sekolah. Secara sosiokultural sebenarnya keberadaan kebun koleksi tanaman obat keluarga menjadi momentum untuk pemberdayaan kemampuan profesi guru dan siswa. 

        Di berbagai daerang di Indonesia pengelolaan lahan sudah menjadi budaya sosial yang sangat terkenal sehingga akan sangat mudah dalam mengedukasi warga mengenai pengembangan lahan pertanian. Lantas pemberdayaan seperti apa yang diperlukan sekolah, dalam hal ini kebun koleksi tanaman obat keluarga bisa diekspansi dengan memilih jenis tanaman tertentu untuk dibudidayakan di kebun produksi sekolah, dengan pengelolaan terpisah tentunya. Produk yang dihasilkan berupa bahan baku untuk membuat produk berkualitas baru nantinya. Layaknya sebuah produk makas harus mengikuti selera pasa di lingkungan sekolah berada. Hal ini pun bisa melibatkan seluruh warga sekolah dengan kesesuaian disiplin ilmu yang dimiliki. Dengan belajar di laboratorium alam kebun tanaman obat keluarga dengan semua pengembangan program terencana dipadukan dengan Rencana Pembelajaran guru mata pelajaran, diharapkan mampu menjadi media pembelajaran dan interpretasi ilmu serta memenuhi harapan sosiokultural wilayah setempat. 

        Diharapkan pula muncul pendidikan kritis yang menjadikan peserta didik sebagai subyek aktif pembelajaran, bukan dari kata-kata gurunya ataupun dari buku teks. Pendidikan bukan hanya soal transfer pengetahuan, tetapi sebagai deskripsi atas kenyataan yang ada di lapangan, pendidikan yang menghubungkan antara ilmu dan kemudian mengisi dan mengembangkan realitas. Pada akhirnya, proses pendidikan mampu menghantarkan anak didik dalam menemukan jawaban-jawaban dari masalah yang dihadapi di kemudian hari.